Minggu, 04 Mei 2014

Alloh Menurunkan Penyakit dan Obatnya

Harga Spesial Reseller.....

Bonus 1 paket pada pembelian 7 paket (harga miring)

Harga Normal konsumen Rp. 350.000/ paket
harga satuan 40rb/ 5biji.

Whataaps/ sms ke 085799811831


_________________________________________________________________________________

ﺑﺴﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺍﻟﺮﺣﻴﻢ

Oleh : Ustadz Abu Adib.

Diriwayatkan oleh Imam Bukhari di dalam
shahihnya, dari shahabat Abu Hurairah
bahwasanya Nabi bersabda,

ﻣَﺎ ﺃَﻧْﺰَﻝَ ﺍﻟﻠﻪُ ﺩَﺍﺀً ﺇِﻟَّﺎ ﺃَﻧْﺰَﻝَ ﻟَﻪُ ﺷَﻔَﺎﺀً

“Tidaklah Allah turunkan penyakit kecuali Allah
turunkan pula obatnya”
Dari riwayat Imam Muslim dari Jabir bin Abdillah
dia berkata bahwa Nabi bersabda,

ﻟِﻜُﻞِّ ﺩَﺍﺀٍ ﺩَﻭَﺍﺀٌ، ﻓَﺈِﺫَﺍ ﺃَﺻَﺎﺏَ ﺍﻟﺪَّﻭَﺍﺀُ ﺍﻟﺪَّﺍﺀَ، ﺑَﺮَﺃَ ﺑِﺈِﺫْﻥِ ﺍﻟﻠﻪِ ﻋَﺰَّ
ﻭَﺟَﻞَّ

“Setiap penyakit pasti memiliki obat. Bila sebuah obat sesuai dengan penyakitnya maka dia akan sembuh dengan seizin Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (HR. Muslim)
Diriwayatkan pula dari musnad Imam Ahmad dari
shahabat Usamah bin Suraik , bahwasanya Nabi
bersabda,

ﻛُﻨْﺖُ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ، ﻭَﺟَﺎﺀَﺕِ ﺍْﻷَﻋْﺮَﺍﺏُ،
ﻓَﻘَﺎﻝَ : ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ، ﺃَﻧَﺘَﺪَﺍﻭَﻯ؟ ﻓَﻘَﺎﻝَ: ﻧَﻌَﻢْ ﻳَﺎ ﻋِﺒَﺎﺩَ ﺍﻟﻠﻪِ،
ﺗَﺪَﺍﻭَﻭْﺍ، ﻓَﺈِﻥَّ ﺍﻟﻠﻪَ ﻋَﺰَّ ﻭَﺟَﻞَّ ﻟَﻢْ ﻳَﻀَﻊْ ﺩَﺍﺀً ﺇِﻻَّ ﻭَﺿَﻊَ ﻟَﻪُ ﺷِﻔَﺎﺀً
ﻏَﻴْﺮَ ﺩَﺍﺀٍ ﻭَﺍﺣِﺪٍ . ﻗَﺎﻟُﻮﺍ: ﻣَﺎ ﻫُﻮَ؟ ﻗَﺎﻝَ: ﺍﻟْﻬَﺮَﻡُ

“Aku pernah berada di samping Rasulullah b. Lalu datanglah serombongan Arab dusun. Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, bolehkah kami berobat?” Beliau menjawab: “Iya, wahai para hamba Allah, berobatlah. Sebab Allah I tidaklah
meletakkan sebuah penyakit melainkan
meletakkan pula obatnya, kecuali satu penyakit.”
Mereka bertanya: “Penyakit apa itu?” Beliau
menjawab: “Penyakit tua.”

(HR. Ahmad, Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad, Abu Dawud,
Ibnu Majah, dan At-Tirmidzi, beliau berkata
bahwa hadits ini hasan shahih. Syaikhuna Muqbil
bin Hadi Al-Wadi’i menshahihkan hadits ini dalam
kitabnya Al-Jami’ Ash-Shahih mimma Laisa fish
Shahihain, 4/486)

Dari Ibnu Mas’ud , bahwa Rasulullah bersabda:

ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠﻪَ ﻟَﻢْ ﻳَﻨْﺰِﻝْ ﺩَﺍﺀً ﺇِﻻَّ ﺃَﻧْﺰَﻝَ ﻟَﻪُ ﺷِﻔَﺎﺀً، ﻋَﻠِﻤَﻪُ ﻣَﻦْ ﻋَﻠِﻤَﻪُ
ﻭَﺟَﻬِﻠَﻪُ ﻣَﻦْ ﺟَﻬِﻠَﻪُ

"Sesungguhnya Allah I tidaklah menurunkan
sebuah penyakit melainkan menurunkan pula
obatnya. Obat itu diketahui oleh orang yang bisa
mengetahuinya dan tidak diketahui oleh orang
yang tidak bisa mengetahuinya.” (HR. Ahmad,
Ibnu Majah, dan Al-Hakim, beliau
menshahihkannya dan disepakati oleh Adz-
Dzahabi. Al-Bushiri menshahihkan hadits ini
dalam Zawa`id-nya. Lihat takhrij Al-Arnauth atas
Zadul Ma’ad, 4/12-13)
Para pembaca yang mulia, hadits-hadits di atas
memberikan pengertian kepada kita bahwa
semua penyakit yang menimpa manusia maka
Allah turunkan obatnya. Kadang ada orang yang
menemukan obatnya, ada juga orang yang belum
bisa menemukannya. Oleh karenanya seseorang
harus bersabar untuk selalu berobat dan terus
berusaha untuk mencari obat ketika sakit sedang
menimpanya.
Namun sangat disayangkan, di masa sekarang
terkadang seorang terjatuh pada kesalahan
dalam mencari obat. Itu semua disebabkan
karena lemahnya kesabaran dan kurangnya ilmu
pengetahuan, baik ilmu tentang agamanya
maupun ilmu tentang pengobatan. Mereka
berobat dengan cara yang berseberangan dengan
syari’at bahkan terjatuh dalam pelanggaran
syari’at. Bahkan ada pula yang sampai pada
cara-cara kesyirikan dan kekufuran, yang mereka
istilahkan dengan “Pengobatan Alternatif.”
Dalam beberapa penanganan pasien, sang
“dokter alternatif” kadang membacakan bacaan-
bacaan tertentu atau mantra-mantra tertentu
yang semua mantra dan bacaan itu tidak dikenal
dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah (petunjuk
Rasulullah). Mereka juga melakukan gerakan-
gerakan tertentu atau mungkin dengan syarat-
syarat tertentu yang harus disiapkan sebelum
pengobatan.
Terkadang pula kaum muslimin dalam berobat
datang kepada orang pinter (paranormal).
Sebagian dari mereka tidak menamai diri mereka
“dukun” atau “tukang santet”, tapi mereka
menamakan diri mereka dengan sebutan “kiyai”.
Atribut keislaman yang mereka (kiyai) sandang
menjadikan sebab tertipunya kaum muslimin.
Seperti jubah putih nan panjang, tasbih yang
dikalungkan di lehernya, atau dengan sebagian
ayat-ayat Al-Qur’an yang mereka baca atau yang
lainnya menjadikan kaum muslimin tertipu. Kaum
muslimin mengira mereka sebagai orang yang
pinter, shaleh dan sakti mandraguna, sehingga
langsung mempercayainya. Padahal Nabi kita
yang mulia bersabda,

ﻣَﻦْ ﺃَﺗَﻲ ﻋَﺮَّﺍﻓًﺎ ﻓَﺴَﺄَﻟَﻪُ ﻋَﻦْ ﺷَﻲْﺀٍ ﻟَﻢْ ﺗُﻘْﺒَﻞْ ﻟَﻪُ ﺻَﻠَﺎﺓٌ ﺃَﺭْﺑَﻌِﻴْﻦَ
ﻟَﻴْﻠَﺔً

“Barang siapa yang mendatangi seorang dukun kemudian dia bertanya tentang sesuatu (dia mempercayainya) maka shalatnya tidak diterima selama 40 hari.”

Ini adalah peringatan sekaligus ancaman dari
Rasulullah tentang besarnya dosa perbuatan
tersebut.
Seorang muslim harus selalu berbaik sangka
kepada Allah dan selalu menyadari bahwa Allah akan memberikan pahala dan ampunan dari dosa dan kesalahannya manakala dia sabar ketika musibah itu menimpa padanya dan harus selalu ingat sabda nabinya yang mulia, dimana Nabi pernah bersabda,

ﻣَﺎ ﻳُﺼِﻴْﺐَ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻢُ ﻣِﻦْ ﻧَﺼْﺐٍ ﻭَﻟَﺎ ﻭَﺻَﺐٍ ﻭَﻟَﺎ ﻫَﻢٍّ ﻭَﻟَﺎ ﺣَﺰَﻥٍ ﻭَﻟَﺎ
ﺃَﺫَﻯ ﻭَﻟَﺎ ﻏَﻢٍّ ﺣَﺘَّﻰ ﺍﻟﺸَّﻮْﻛَﺔَ ﻳُﺸَﺎﻛِﻬَﺎ ﺇِﻟَّﺎ ﻛَﻔَﺮَ ﺍﻟﻠﻪُ ﺑِﻬَﺎ ﻣِﻦْ
ﺧَﻄَﺎﻳَﺎﻩُ

“Tidaklah menimpa seorang muslim satu
kelelahan, kesakitan, kesusahan, kesedihan,
gangguan dan gundah gulana sampai terkena
duri, maka itu semua menjadi penghapus dari
dosa dan kesalahannya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat yang lain Nabi juga bersabda,
ﻣَﻦْ ﻳُﺮِﺩِ ﺍﻟﻠﻪُ ﺧَﻴْﺮًﺍ ﻳُﺼِﺐْ ﻣِﻨْﻪُ

“Barang siapa yang Allah kehendaki kebaikan
maka Allah akan menimpakan ujian musibah
kepadanya.”

Maka sikap yang paling tepat bagi seorang
mukmin ketika diuji dengan suatu penyakit adalah bersabar menjalani sakitnya dan terus berusaha untuk mencari obatnya. Tentu saja dengan pengobatan-pengobatan yang sesuai dengan syari’at.

Para pembaca yang mulia… Lantas, bagaimana
pengobatan yang syar’i itu? Alhamdulillah, Allah dan Rasul-Nya b telah mengajarkan kepada kita, diantaranya:

A. RUQYATUL QUR’AN (Dibacakan Ayat-ayat
Al-Qur’an).
Hal ini berdasarkan firman Allah ,
“Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an suatu yang
menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang
yang beriman dan Al-Qur’an itu tidaklah
menambah kepada orang-orang yang zalim
selain kerugian.” (QS. Al-Isra’ : 82)
Dijelaskan oleh para ulama bahwa obat yang
dimaksud dalam ayat tersebut adalah obat
lahiriyah dan batiniah.
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang
kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan
penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang
berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat
bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Yunus:
57)
Al-Qur’an bisa menjadi obat lahiriyah dengan
dibacakan kepada orang yang sakit jasadnya.
Adapun Al-Qur’an menjadi obat batiniyah yaitu
dengan seorang mempelajarinya, merenungkan
makna-makna yang terkandung di dalamnya dan
mengamalkan dengan penih keyakinan
menjadikan jiwanya tenang.
Syaikhul Islam Ibnul Qayyim -rahimahullahu-
dalam kitabnya Zadul Ma’ad, berkata,
“Al-Qur`an adalah penyembuh yang sempurna
dari seluruh penyakit hati dan jasmani, demikian
pula penyakit dunia dan akhirat. Dan tidaklah
setiap orang diberi keahlian dan taufiq untuk
menjadikannya sebagai obat. Jika seorang yang
sakit konsisten berobat dengannya dan
meletakkan pada sakitnya dengan penuh
kejujuran dan keimanan, penerimaan yang
sempurna, keyakinan yang kokoh, dan
menyempurnakan syaratnya, niscaya penyakit
apapun tidak akan mampu menghadapinya
selama-lamanya. Bagaimana mungkin penyakit
tersebut mampu menghadapi firman Dzat yang
memiliki langit dan bumi, yang seandainya
diturunkan kepada gunung, maka ia akan
menghancurkannya. Atau diturunkan kepada
bumi, maka ia akan membelahnya. Maka tidak
satu pun jenis penyakit, baik penyakit hati
maupun jasmani, melainkan dalam Al-Qur`an ada
cara yang membimbing kepada obat dan sebab
(kesembuhan) nya.” (Zadul Ma’ad, 4/287)
Pembaca yang budiman, agar lebih meyakinkan
kita akan perjelas pernyataan di atas, berikut ini
kami sebutkan 3 riwayat berkenaan tentang
pengobatan dengan Al-Qur`an.
1. Hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari,
Muslim, dan lainnya dari hadits ‘Aisyah
radhiallahu ‘anha. Beliau radhiallahu ‘anha
berkata,
“Adalah Rasulullah terkena sihir, sehingga beliau
menyangka bahwa beliau mendatangi istrinya
padahal tidak mendatanginya. Lalu beliau
berkata, ‘Wahai ‘Aisyah, tahukah kamu bahwa
Allah telah mengabulkan permohonanku? Dua
lelaki telah datang kepadaku. Kemudian salah
satunya duduk di sebelah kepalaku dan yang lain
di sebelah kakiku. Yang di sisi kepalaku berkata
kepada yang satunya: ‘Kenapa beliau?’ Dijawab:
‘Terkena sihir.’ Yang satu bertanya: ‘Siapa yang
menyihirnya?’ Dijawab: ‘Labid bin Al-A’sham,
lelaki dari Banu Zuraiq sekutu Yahudi, ia seorang
munafiq.’ (Yang satu) bertanya: ‘Dengan apa?’
Dijawab: ‘Dengan sisir, rontokan rambut.’ (Yang
satu) bertanya: ‘Di mana?’ Dijawab: ‘Pada
mayang korma jantan di bawah batu yang ada di
bawah sumur Dzarwan’.”
‘Aisyah -radhiallahu ‘anha- lalu berkata: “Nabi
lalu mendatangi sumur tersebut hingga beliau
mengeluarkannya”. Beliau lalu berkata: ‘Inilah
sumur yang aku diperlihatkan seakan-akan
airnya adalah air daun pacar dan pohon
kormanya seperti kepala-kepala setan’. Lalu
dikeluarkan. Aku bertanya: ‘Mengapa engkau
tidak mengeluarkannya (dari mayang korma
jantan tersebut, pen.)?’ Beliau menjawab: ‘Demi
Allah, sungguh Allah telah menyembuhkanku dan
aku membenci tersebarnya kejahatan di kalangan
manusia’.” Hadits ini diriwayatkan Imam Bukhari
dalam Shahih-nya dalam kitab At-Thib, bab Hal
Yustakhrajus Sihr? jilid 10, no. 5765, dan
diriwayatkan Imam Al-Lalaka`i dalam Syarah
Ushul I’tiqad Ahlis Sunnah (2/2272). Namun ada
tambahan bahwa ‘Aisyah radhiyallahu’anha
berkata: “Dan turunlah (firman Allah ):
ﻗُﻞْ ﺃَﻋُﻮْﺫُ ﺑِﺮَﺏِّ ﺍﻟْﻔَﻠَﻖِ . ﻣِﻦْ ﺷَﺮِّ ﻣَﺎ ﺧَﻠَﻖَ …
Hingga selesai bacaan surah tersebut.”

2. Dalam hadits Abu Sa’id Al-Khudri , beliau
berkata,
“Sekelompok shahabat Nabi berangkat dalam
suatu perjalanan yang mereka tempuh.
Singgahlah mereka di sebuah kampung Arab.
Mereka pun meminta agar dijamu sebagai tamu,
namun penduduk kampung tersebut enggan
menjamu mereka. Selang beberapa waktu
kemudian, pemimpin kampung tersebut terkena
sengatan kalajengking. Penduduk kampung
tersebut pun berusaha mencari segala upaya
penyembuhan, namun sedikitpun tak
membuahkan hasil. Sebagian mereka ada yang
berkata: ‘Kalau sekiranya kalian mendatangi
sekelompok orang itu (yaitu para shahabat),
mungkin sebagian mereka ada yang memiliki
sesuatu.’ Mereka pun mendatanginya, lalu
berkata: “Wahai rombongan, sesungguhnya
pemimpin kami tersengat (kalajengking). Kami
telah mengupayakan segala hal, namun tidak
membuahkan hasil. Apakah salah seorang di
antara kalian memiliki sesuatu?” Sebagian
shahabat menjawab: ‘Iya. Demi Allah, aku bisa
meruqyah. Namun demi Allah, kami telah
meminta jamuan kepada kalian namun kalian
tidak menjamu kami. Maka aku tidak akan
meruqyah untuk kalian hingga kalian memberikan
upah kepada kami.’ Mereka pun setuju untuk
memberi upah beberapa ekor kambing. Maka dia
(salah seorang shahabat) pun meludahinya dan
membacakan atas pemimpin kaum itu
“Alhamdulillahi rabbil ‘alamin…” (Al-Fatihah).
Pemimpin kampung tersebut pun merasa terlepas
dari ikatan, lalu dia berjalan tanpa ada gangguan
lagi. Mereka lalu memberikan upah sebagaimana
telah disepakati. Sebagian shahabat berkata:
‘Bagikanlah.’ Sedangkan yang meruqyah berkata:
‘Jangan kalian lakukan, hingga kita menghadap
Rasulullah lalu kita menceritakan kepadanya apa
yang telah terjadi. Kemudian menunggu apa yang
beliau perintahkan kepada kita.’ Merekapun
menghadap Rasulullah kemudian melaporkan hal
tersebut. Maka beliau bersabda: ‘Tahu dari mana
kalian bahwa itu (Al-Fatihah, pen.) memang
ruqyah?’ Lalu Nabi berkata: ‘Kalian telah benar.
Bagilah (upahnya) dan berilah untukku bagian
bersama kalian’, sambil beliau tertawa.”
Adapun hadits yang diriwayatkan bahwa

Rasulullah bersabda:
ﺧَﻴْﺮُ ﺍﻟﺪَّﻭَﺍﺀِ ﺍﻟْﻘُﺮْﺁﻥُ
“Sebaik-baik obat adalah Al-Qur`an.”

Dan hadits:
ﺍﻟْﻘُﺮْﺁﻥُ ﻫُﻮَ ﺍﻟﺪَّﻭَﺍﺀُ
“Al-Qur`an adalah obat.”
Keduanya adalah hadits yang dha’if,.

3. Hadits dari Ummu Salamah radhiallahu
‘anha bahwa Nabi melihat di rumahnya seorang
budak wanita dan di wajahnya terdapat warna
(kehitaman) maka (beliau berkata),
‘Ruqyahlah dia, sesungguhnya dia terkena
penyakit ‘ain (pandangan jahat).” (HR. Bukhari
no. 5739 dan Muslim no. 2197)

B. DO’A

Nabi bersabda,
ﺍﻟﺪُّﻋَﺎﺀُ ﺳِﻠَﺎﺡُ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻦِ ﻭَﻋِﻤَﺎﺩُ ﺍﻟﺪِّﻳﻦِ ﻭَﻧُﻮْﺭُ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﻭَﺍﺕِ
ﻭَﺍﻟْﺄَﺭْﺽِ

“Do’a adalah senjatanya orang yang beriman dan
tiangnya agama dan cahaya langit dan bumi.”
Hadits ini dilemahkan oleh syaikh Al-Albani, akan
tetapi secara makna dijelaskan dalam riwayat
yang shahih yaitu kisahnya seorang wanita hitam
yang tertimpa penyakit asra’ (epilepsy). Dia
datang kepada Nabi dan berkata,
“Ya… rasulullah, saya menderita penyakit asra’.
Tiap kali kambuh, auratku tersingkap. Maka
do’akanlah aku supaya Allah menyembuhkan
penyakitku”, Nabi pun bersabda, “Kalau aku
do’akan kepada Allah maka akan sembuh
penyakitmu. Akan tetapi jika kamu sabar, maka
bagimu surga.” Kemudian wanita itu memilih
untuk bersabar.
Juga dalam hadits di atas memberikan faidah
tentang bolehnya seorang datang kepada Ahlul
Fadhli (orang yang mempunyai keutamaan)
orang yang dikenal dengan ketaqwaannya
kepada Allah , keshalihannnya, ahli ilmu, untuk
meminta dido’akan kepada Allah atas
kesembuhan penyakitnya.

C. IKHTIAR SYAR’IYAH (Melakukan Usaha
Yang Dibenarkan Syari’at)

Artinya, seorang melakukan usaha yang dzahir
(yang tampak) untuk mencari sebab datangnya
kesembuhan. Misalnya, datang ke dokter yang
ahli, minum madu, melakukan hijamah (bekam),
atau usaha-usaha yang tidak dilarang oleh
syari’at. Wallahu a’lam bish Shawab.
Maraji’ : Riyadhus Shalihin karya Al-Imam Abu
Zakaria bin Syaraf An-Nawawi Ad-Dimasyqi
(631-676 H) dan Ad-Daau wad-Dawaa karya Al-
Imam Al-Muhaqqiq Al-’Alaamah Ibnul Qayyim Al-Jauziyah.
Sumber : http://www.mediasalaf.com/fiqih/
allah-menurunkan-penyakit-dan-obatnya/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar